(Oleh: Lia Marina, SS)
Tepat tanggal 1 desember biasa diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Satu momen dimana banyak orang diseluruh dunia baik aktivis, pakar kesehatan, akademisi, media, pemerintah begitu peduli akan bahaya HIV/AIDS sehingga dengan semangat menggebu-gebu mengkampanyekan ataupun menyosialisasikan kepada berbagai lapisan masyarakat tentang bahayanya penyakit menular ini. Virus HIV/AIDS memang sangat berbahaya dan mengancam kehidupan manusia. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus yang menyebabkan rusaknya/melemahnya sistem kekebalan tubuh manusia. Virus HIV membutuhkan sel-sel kekebalan kita untuk berkembang biak. Secara alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak. Sehingga lama-kelamaan sel kekebalan kita habis dan jumlah virus menjadi sangat banyak. Adapun AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala penyakit yang terjadi karena kekebalan tubuh menurun akibat adanya virus HIV di dalam darah. (www.aids-ina.org, 23/11/09)
HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin (air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah terinfeksi, cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain. Sedangkan AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :
• Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
• Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.
• Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.
• Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI). (www.NetSains.com, 23/11/09)
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dengan laju yang sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 1987, kasus HIV/AIDS ditemukan untuk pertama kalinya hanya di Pulau Bali. Dan sekarang hampir semua provinsi di Indonesia sudah ditemukan kasus HIV/AIDS. Data dari aktivis kesehatan menunjukkan bahwa hingga Maret 2007 ada 8.988 kasus AIDS dan 5.640 kasus HIV di Indonesia. Yang mengejutkan, 57 persen kasus terjadi di usia remaja, yakni 15 tahun hingga 29 tahun. Sebagian besar, yakni 62 persen, terinfeksi narkotika yang menggunakan jarum suntik dan 37 persen dari seks tidak aman. Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. (Liputan6.com, 01/12/07). Permasalahan HIV/AIDS telah sejak lama menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Tentu saja penderita HIV/AIDS saat ini semakin bertambah, bisa mencapai ratusan ribu orang mengingat masalah HIV/AIDS merupakan fenomena gunung es, yang tampak ke permukaan hanya puncaknya saja, masih banyak penderita AIDS yang tidak melaporkan diri dikarenakan malu atau sebab lainnya. Kita tentu sangat prihatin dengan kondisi ini. Bila kita tidak segera memecahkan persoalan ini tentu akan mengancam kehidupan generasi manusia mendatang. Berbagai pihak, baik pemerintah, aktivis AIDS, ataupun lembaga non-pemerintah lainnya bahu membahu mengatasi permasalahan ini. Berbagai solusi ditawarkan yang tertuang dalam sebuah kutipan ”Strategi HIV/AIDS Nasional 2003-2007” menyatakan bahwa usaha pencegahan ditujukan pada populasi yang beresiko tinggi seperti para pekerja seks dan klien mereka, PLHA dan partnernya, IDUs, dan mereka yang secara umum pekerjaannya beresiko terinfeksi HIV/AIDS seharusnya didasari ukuran pencegahan efektif seperti penggunaan kondom, pengurangan resiko, ketaatan beribadat sebagai tindakan pencegahan universal dan sebagainya. (www.NetSains.com, 23/11/09)
Di Tanah Air, untuk pertama kalinya, sebuah kampanye berskala nasional bertajuk “Pekan Kondom Nasional” (PKN) 2007 diselenggarakan, yaitu pada 1-8 Desember 2007. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan kondom sebagai salah satu cara untuk mengatasi Infeksi Menular Seksual (IMS), khususnya HIV. Selama sepekan, agenda PKN 2007 terdiri dari serangkaian kegiatan antara lain pembagian kondom gratis. ”Pekan Kondom Nasional ini diharapkan akan meningkatkan lingkungan yang kondusif bagi penggunaan kondom,” ungkap Christopher Purdy, Country Director DKT Indonesia. (Aidsindonesia. or.id, 6/11/2007). Karena itu, di Semarang, misalnya, KPA Kota Semarang mengisi Peringatan Hari AIDS se-Dunia antara lain dengan membagikan 5.000 kondom secara gratis kepada sopir dan kernet truk di Terminal Mangkang, Semarang. “Pembagian ini adalah bagian dari upaya antisipasi merebaknya HIV/AIDS di Kota Semarang,” kata Ketua KPA Kota Semarang Soemarmo hari ini. Dia juga mengatakan, salah satu penyebab penyebaran epidemi HIV/AIDS sangat cepat karena belum optimalnya penggunaan kondom pada pelanggan wanita pekerja seks (WPS). (Tempo.co.id, 1/12/07).
Wacana pencegahan HIV/AIDS yang merebak saat ini adalah dengan penggunaan kondom. Fakta-fakta diatas mengisyaratkan bahwa solusi untuk mencegah AIDS adalah kondom sehingga diadakanlah Pekan Kondom Nasional dengan bagi-bagi kondom secara gratis dan juga penyediaan ATM kondom diberbagai wilayah Indonesia. Kebijakan ini perlu kita telaah dan kritisi, apakah kondom merupakan solusi atau menambah masalah dikemudian hari? Benarkah kondom mampu menangkal penularan virus HIV/AIDS? Disini perlu pengkajian lebih mendalam. Untuk itu kita perlu mendengar pendapat beberapa ahli. Mayoritas penduduk dunia yakin betul bahwa penularan virus HIV/AIDS bisa dicegah dengan penggunanaan kondom. Berbagai kampanye dan argumentasi dilontarkan untuk meyakinkan khalayak agar mau menggunakan kondom sebagai senjata pamungkas melawan virus ganas tersebut. Kondom sebagai penangkal virus HIV adalah suatu kebohongan.
Prof. Dr. Dadang Hawari pernah menuliskan hasil rangkuman beberapa pernyataan dari sejumlah pakar tentang kondom sebagai pencegah penyebaran HIV/AIDS. Berikut sebagian pernyataan tersebut:
1. Direktur Jenderal WHO Hiroshi Nakajima (1993), “Efektivitas kondom diragukan.”
2. Penelitian Carey (1992) dari Division of Pshysical Sciences, Rockville, Maryland, USA: Virus HIV dapat menembus kondom.
3. Laporan dari Konferensi AIDS Asia Pacific di Chiang Mai, Thailand (1995): Penggunaan kondom aman tidaklah benar. Pada kondom (yang terbuat dari bahan latex) terdapat pori-pori dengan diameter 1/60 mikron dalam keadaan tidak meregang; dalam keadaan meregang lebar pori-pori tersebut mencapai 10 kali. Virus HIV sendiri berdiameter 1/250 mikron. Dengan demikian, virus HIV jelas dengan leluasa dapat menembus pori-pori kondom.
4. V Cline (1995), profesor psikologi dan Universitas Utah, Amerika Serikat, “Jika para remaja percaya bahwa dengan kondom mereka aman dari HIV/AIDS atau penyakit kelamin lainnya, berarti mereka telah tersesatkan.”
5. Hasil penelitian Prof. Dr. Biran Affandi (2000): Tingkat kegagalan kondom dalam KB mencapai 20 persen. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan dari Prof. Dr. Haryono Suyono (1994) bahwa kondom dirancang untuk KB dan bukan untuk mencegah virus HIV/AIDS. Dapat diumpamakan, besarnya sperma seperti ukuran jeruk garut, sedangkan kecilnya virus HIV/AIDS seperti ukuran titik. Artinya, kegagalan kondom untuk program KB saja mencapai 20 persen, apalagi untuk program HIV/AIDS; tentu akan lebih besar lagi tingkat kegagalannya. Prof. Dadang Hawari meyakini, dari data-data tersebut di atas jelaslah bahwa kelompok yang menyatakan kondom 100 persen aman merupakan pernyataan yang menyesatkan dan kebohongan. (Republika, 13/12/02).
Kondomisasi: Kampanye Seks Bebas
Dari penelitian beberapa ahli diatas sudah jelas bahwa kondom mengundang bahaya dan tidak mampu menahan laju virus HIV/AIDS yang masuk kedalam tubuh manusia melalui hubungan seks karena ukuran pori-pori kondom jauh lebih besar dari ukuran virus HIV. Lalu mengapa kebanyakan orang masih mengkampanyekan kondom? Tidak lain karena ada motif tersembunyi dibalik kampanye kondom yaitu ”Silakan Anda berhubungan seks dengan siapa saja asalkan menggunakan kondom”. Itulah yang disebut seks aman. Akibatnya, kampanye kondom bakal semakin meningkatkan pergaulan seks bebas. Hal ini pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian nirlaba, dan seorang pediatri di University of California. Berdasarkan penelitian mereka, setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di kalangan pelajar pria meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar wanita meningkat dari 27% menjadi 32% (USA Today, 14/4/1998). Itulah sebabnya, pakar AIDS, R Smith (1995), setelah bertahun-tahun meneliti ancaman AIDS dan penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah menyebarkan safe sex dengan cara menggunakan kondom sebagai “sama saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya ia merekomendasikan agar risiko penularan/penyebaran HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari hubungan seksual di luar nikah (Republika, 12/11/1995). Menurut R. Dachroni, Presiden BEM STISIPOL Kep. Riau, ”Kondom adalah murni produk bisnis yang memanfaatkan momentum HIV AIDS sebagai sarana penglaris”. Namun demikian, orang-orang sekular, khususnya para pemuja HAM dan demokrasi, tentu lebih merekomendasikan untuk menebar kondom gratis ketimbang memberantas pergaulan bebas dan pelacuran. Mungkin pikir mereka, itu lebih manusiawi karena tidak melanggar HAM.
Akar Masalah dan Solusi
Berbagai konferensi tentang HIV/AIDS diselenggarakan di seluruh dunia misalnya Konferensi Internasional AIDS Asia dan Pasifik (International Conference on AIDS in Asia and the Pacific, atau ICAAP) yang diadakan PBB tiap tahun, namun tak satupun mengeluarkan rekomendasi untuk mencegah perilaku dan kehidupan seks bebas. Mereka berbicara seputar stigma dan diskriminasi, akses layanan bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), serta memperluas layanan kesehatan bagi mereka yang terinfeksi HIV. Mereka saling bertukar pengalaman dan tantangan yang dihadapi, termasuk masalah hak asasi manusia, keamanan, gender dan seksualitas, serta keterlibatan ODHA yang lebih besar dalam program HIV/AIDS. Tapi, tidak ada satu pun pembicaraan mereka itu mengarah pada akar penyebab penyebaran HIV/AIDS, yakni seks bebas (baca: zina). Padahal seks bebaslah penyebab utama merebaknya HIV/AIDS, di samping penyalahgunaan narkoba.
Seks bebas sebagai penyebab utama penularan HIV/AIDS tidak bisa dipungkiri. Tapi mengapa perilaku dan kehidupan seks bebas tidak pernah dipersoalkan? Jawabannya karena perilaku seks bebas alias zina dijamin dalam sistem demokrasi sebagaimana Indonesia memberlakukannya saat ini. Di negeri ini tidak ada satupun UU yang menjerat pelaku perzinaan, yang ada dalam KUHP adalah delik pemerkosaan. Selama hubungan seks diluar nikah dilakukan atas dasar suka sama suka maka tidak masalah. Wajar di Indonesia lokalisasi pelacuran dilegalkan karena disanalah transaksi seksual pelacur dan lelaki hidung belang dilakukan atas dasar suka sama suka. Hal itu dijamin dalam sistem demokrasi. Penanggulangan HIV-AIDS bukan dengan cara kondomisasi, bukan memfasilitasi para pelaku seks bebas dan perzinaan, tapi memperkecil dan bahkan meniadakan peluang bagi mereka untuk melakukan seks bebas dan perzinaan. Caranya, tutup semua tempat pelacuran, beri sanksi hukum yang berat kepada siapapun yang menjajakan diri, menjadi germo, memberikan fasilitas, dan tentu saja para hidung belang. Tidak hanya itu, satu-satunya solusi tuntas untuk mencegah penyebaran virus HIV/AIDS adalah dengan membuang demokrasi yang memang memberikan jaminan atas kebebasan berperilaku, termasuk seks bebas, sekaligus memberlakukan hukum Islam secara tegas, antara lain hukuman cambuk atau rajam atas para pelaku seks bebas (perzinaan). Allah SWT berfirman:
Pezina wanita dan pezina laki-laki, cambuklah masing-masing dari keduanya seratus kali cambukan, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah jika kalian memang mengimani Allah, dan Hari Akhir. (QS an-Nur [24]: 2).
Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS Al-Maaidah/ 5: 32).
Hukuman yang berat juga harus diberlakukan atas para pengguna narkoba. Sebab, di samping barang haram, narkoba terbukti menjadi alat efektif (mencapai 62%) dalam penyebarluasan HIV/AIDS. Lebih dari itu, sudah saatnya Pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini segera menerapkan seluruh aturan-aturan Allah (syariah Islam) secara total dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya dengan itulah keberkahan dan kebaikan hidup—tanpa AIDS dan berbagai bencana kemanusiaan lainnya—akan dapat direngkuh dan ridha Allah pun dapat diraih. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.