Di penghujung Desember ini hampir kebanyakan negara di dunia tidak terkecuali negara kaum muslimin seperti Indonesia akan melaksanakan tradisi perayaan tahun baru. Kaum muslim di dalamnya pun terlarut dan ikut merayakan tahun baruan ini, minimal dengan cara memasang spanduk atau mengirimkan ucapan selamat tahun baru, membuat perayaan tahun baruan di daerah mereka, sampai ikut berpesta pora dan berhura-hura di tempat-tempat yang mengadakan perayaan tahun baru.
Dari segi historis jelas bahwa perayaan tahun baru ini bukan berasal dari ajaran Islam, tetapi berasal dari ritual agama nasrani di eropa pada abad pertengahan yang menyepakati tanggal 1 Januari sebagai permulaan atau awal tahun, dimana penentuan tanggal tersebut diambil dari hari raya memperingati penyunatan Yesus (The Circumcision Feast of Jesus) (http://en.wikipedia.org/wi
Dari segi budaya dan gaya hidup, perayaan tahun baruan pada hakikatnya adalah senjata kaum kafir imperialis dalam menyerang kaum muslim untuk menyebarkan ideologi setan yang senantiasa mereka emban yaitu sekularisme dan pemikiran-pemikiran turunannya seperti pluralisme, hedonisme-permisivisme dan konsumerisme untuk merusak kaum muslim.
Serangan-serangan pemikiran yang dilakukan barat ini dimaksudkan sedikitnya pada 3 hal yaitu (1) menjauhkan kaum muslim dari pemikiran, perasaan dan budaya serta gaya hidup yang Islami, (2) mengalihkan perhatian kaum muslim atas penderitaan dan kedzaliman yang terjadi pada diri mereka, dan (3) menjadikan barat sebagai kiblat budaya kaum muslimin khususnya para pemuda.
Ketiga hal tersebut jelas terlihat pada perayaan tahun baru yang dirayakan dan dibuat lebih megah dan lebih besar daripada hari raya kaum muslimin sendiri. Tradisi barat merayakan tahun baru dengan berpesta pora, berhura-hura diimpor dan diikuti oleh restoran, kafe, stasiun televisi dan pemerintah untuk mangajarkan kaum muslimin perilaku hedonisme-permisivisme dan konsumerisme. Kaum muslim dibuat bersenang-senang agar mereka lupa terhadap penderitaan dan penyiksaan yang terjadi atas saudara-saudara mereka sesama muslim. Dan lewat tahun baruan ini pula disiarkan dan dipropagandakan secara intensif budaya barat yang harus diikuti seperti pesta kembang api, pesta minum minuman keras serta film-film barat bernuansa persuasif di televisi. Semua hal tersebut dilakukan dengan bungkus yang cantik sehingga kaum muslimin kebanyakan pun tertipu dan tanpa sadar mengikuti budaya barat yang jauh dari ajaran Islam. Anggapan bahwa tahun baru adalah “hari raya baru” milik kaum muslim pun telah wajar dan membebek budaya barat pun dianggap lumrah.
Padahal Nabi Muhammad saw. telah bersabda, “Setiap bangsa punya hari raya sendiri-sendiri. Inilah (Idul Fitri) hari raya kita.” (HR. Bukhari dari ‘Aisyah r.a.).
Rasulullah juga mengingatkan, “Siapa saja yang menyerupai suatu kaum (dalam pola hidup mereka), maka ia tergolong ke dalam golongan mereka” (HR. Abu Dawud dari Ibnu ‘Umar).
Walhasil, kaum secara itiqadi dan secara logika seorang muslim tidak layak larut dan sibuk dalam perayaan tahun baruan yang menjadi sarana mengarahkan budaya kaum muslim untuk mengekor kepada barat. Tetapi fokus untuk menegakkan institusi yang akan menjamin dan melindungi kaum muslimin yang akan mampu menangkis dan mengadakan perlawanan yang seimbang menghadapi serangan budaya barat yaitu Daulah Khilafah Islam.
Wallahu a’lam bi ash-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar